Minggu, 28 Oktober 2018

Cerita Lalu part. 1

"Sekitar setahun yang lalu waktu itu saya sedang menghabiskan liburan bersama keluarga di sebuah hotel dalam kota. Bersama keluarga kecil kakak saya beserta anak-anaknya kami pun bermalam. Hotel tersebut bisa dibilang saksi hidup saya dan dua saudara kandung saya tumbuh. Waktu kecil, orang tua seringkali mengajak anak-anaknya berlibur ke hotel dalam kota, salah satunya hotel itu, jadi tidak heran bila saya juga memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada hotel tersebut.

Singkat cerita, tidak seperti saat-saat sebelumnya, saya ini tipe orang yang malas mandi sebelum breakfast di hotel, hehe..tapi di hari itu entah kenapa saya mandi lebih dulu kemudian juga merias diri. Sesampainya di restoran, saya hanya makan seperti biasa, menyuapi dua keponakan yang sama-sama selalu ramai, menunggu antrian croissant favorit saya dan berlalu waktu sarapan. Saya masih duduk di suatu meja di restoran, sembari menggendong salah satu keponakan saya yang tertidur. Kemudian kedua mata saya terfokus pada satu orang yang masuk ke dalam resto. Tentu dari penampilannya dia seperti habis bangun tidur, hanya mengenakan kaos dan celana pendek gemas, tidak saya lupa dia juga berkacamata dengan rambut yang masih acak-acakan.

Aneh saya rasa, kenapa waktu itu fokus saya menuju pada orang tersebut yang tidak saya kenal. Tapi waktu terus berlalu dan tidak ada apapun yang terjadi.

Beberapa bulan kemudian, saya tengah mengantarkan orang tua perjalanan bisnis dengan menggunakan pesawat. Karena penerbangan pagi dan saya mengantarkan sampai bandara saja, saya memutuskan tidak mandi dan hanya berganti baju. Saya menunggu di dalam bandara sampai orang tua saya masuk ke counter check in. Sambil berlalu saya duduk di tempat yang disediakan di dalam bandara. Lagi-lagi mata saya terfokus pada seseorang yang tengah terburu-buru, sambil menarik koper silvernya, mengenakan jaket kulit berwarna hitam dan sepatu nik* hitamnya Ia berjalan menuju salah satu counter check in khusus. Ternyata seseorang itu adalah orang yang sama saat saya melihatnya di hotel kala itu. Perbedaan yang menyolok adalah tampilannya kala itu rapi, sedangkan saya kebalikannya pakaian seadanya dan belum mandi. Takdir dan waktu terkadang menggelikan dengan menyajikan kisah seperti ini. Tapi waktu terus berlalu dan tidak ada apapun yang terjadi.."

-unknown-
Share:

Jumat, 26 Oktober 2018

Menghadapi Ujian dan Kesementaraan Dunia.

Dunia memang hanya sementara. Hal-hal yang ada di dalamnya pun demikian. Banyak hal yang membuat saya termenung, terjadi dalam 2 tahun belakangan ini.

Manusia. Menjadi seorang manusia adalah anugrah, karena dibekali akal sehat dan termasuk golongan tertinggi yang diciptakan Allah untuk menyempurnakan isi Bumi. Tapi ingat, semua ini hanya sementara.

Belakangan saya diberi ujian yang amat berat untuk saya tanggung sendirian. Dan ujian-ujian ini bermunculan selama 2 tahun. Kenapa saya mengatakan sendirian? Karena saya memang benar-benar merasa sendiri. Keluarga yang tadinya sangat saya percaya, pada akhirnya membuka mata saya bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa dipercaya. Karena harafianya kita memang tidak boleh mempercayai siapapun selain Allah.

Saya sadar, ujian-ujian ini bermunculan tiada henti untuk memperbaiki karakter diri saya. Bagaimana saya menghadapinya sendirian, bagaimana jalan keluarnya, bagaimana saya mengambil keputusan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Mungkin alam semesta mulai ingin saya bergerak dari zona nyaman.

Ujian-ujian yang saya hadapi tidak semuanya saya selesaikan dengan baik-baik. Mengingat karakter saya yang keras kepala, semaunya sendiri dan susah mengambil keputusan sendiri, semakin membuat keadaan runyam.

Saya sendiri. Saya yang sekarang tidak seperti dulu, punya banyak teman untuk berbagi cerita, punya orang tua yang tadinya saya pikir bisa dipercaya nyatanya tidak 100% demikian. Saya bukannya mengajarkan untuk jangan percaya kepada orang tua, hanya saja sebagai manusia, setidaknya kita harus punya nyali untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan.

Di tengah huru-hara tekanan batin dan pikiran ini, kemudian saya teringat. Saya lahir sendirian, hidup di dunia ini sendirian karena yang lain hanya singgah, mati pun saya sendirian. Mungkin ada maksud di balik semua ini, bahwa saya harus mandiri, lebih mandiri lagi dibandingkan sekarang. Tidak menggantungkan nasib pada orang lain, sekalipun itu orang tua saya sendiri.

Percaya tidak percaya, saya sampai ingin sekali pergi ke psikiater. Saya ingin bertukar pikiran, saya ingin menceritakan semua yang saya rasakan dan saya butuh solusi dari kacamata orang lain. Saya pikir lagi, Allah tidak akan memberikan ujian ini selain Allah percaya saya bisa menghadapi dan melewatinya. Saya yakin, ujian-ujian ini hanya sementara dan pasti akan ada ujungnya. Meskipun sementara itu memakan waktu bertahun-tahun, semoga Allah masih tetap setia menggenggam jiwa saya untuk bisa tetap kuat dan terus menaruh percaya padaNya, sampai pelangi kembali muncul dalam kehidupan saya..
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.