Jumat, 26 Oktober 2018

Menghadapi Ujian dan Kesementaraan Dunia.

Dunia memang hanya sementara. Hal-hal yang ada di dalamnya pun demikian. Banyak hal yang membuat saya termenung, terjadi dalam 2 tahun belakangan ini.

Manusia. Menjadi seorang manusia adalah anugrah, karena dibekali akal sehat dan termasuk golongan tertinggi yang diciptakan Allah untuk menyempurnakan isi Bumi. Tapi ingat, semua ini hanya sementara.

Belakangan saya diberi ujian yang amat berat untuk saya tanggung sendirian. Dan ujian-ujian ini bermunculan selama 2 tahun. Kenapa saya mengatakan sendirian? Karena saya memang benar-benar merasa sendiri. Keluarga yang tadinya sangat saya percaya, pada akhirnya membuka mata saya bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa dipercaya. Karena harafianya kita memang tidak boleh mempercayai siapapun selain Allah.

Saya sadar, ujian-ujian ini bermunculan tiada henti untuk memperbaiki karakter diri saya. Bagaimana saya menghadapinya sendirian, bagaimana jalan keluarnya, bagaimana saya mengambil keputusan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Mungkin alam semesta mulai ingin saya bergerak dari zona nyaman.

Ujian-ujian yang saya hadapi tidak semuanya saya selesaikan dengan baik-baik. Mengingat karakter saya yang keras kepala, semaunya sendiri dan susah mengambil keputusan sendiri, semakin membuat keadaan runyam.

Saya sendiri. Saya yang sekarang tidak seperti dulu, punya banyak teman untuk berbagi cerita, punya orang tua yang tadinya saya pikir bisa dipercaya nyatanya tidak 100% demikian. Saya bukannya mengajarkan untuk jangan percaya kepada orang tua, hanya saja sebagai manusia, setidaknya kita harus punya nyali untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan.

Di tengah huru-hara tekanan batin dan pikiran ini, kemudian saya teringat. Saya lahir sendirian, hidup di dunia ini sendirian karena yang lain hanya singgah, mati pun saya sendirian. Mungkin ada maksud di balik semua ini, bahwa saya harus mandiri, lebih mandiri lagi dibandingkan sekarang. Tidak menggantungkan nasib pada orang lain, sekalipun itu orang tua saya sendiri.

Percaya tidak percaya, saya sampai ingin sekali pergi ke psikiater. Saya ingin bertukar pikiran, saya ingin menceritakan semua yang saya rasakan dan saya butuh solusi dari kacamata orang lain. Saya pikir lagi, Allah tidak akan memberikan ujian ini selain Allah percaya saya bisa menghadapi dan melewatinya. Saya yakin, ujian-ujian ini hanya sementara dan pasti akan ada ujungnya. Meskipun sementara itu memakan waktu bertahun-tahun, semoga Allah masih tetap setia menggenggam jiwa saya untuk bisa tetap kuat dan terus menaruh percaya padaNya, sampai pelangi kembali muncul dalam kehidupan saya..
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.