Minggu, 14 Agustus 2016

Trip to Padang, Sumatera Barat

Good Afternoon, Universe..

Saya mau berbagi pengalaman saat melakukan perjalanan ke kota Padang, Sumatera Barat. Perjalanan saat itu adalah perjalanan pertama saya menyeberangi Pulau Jawa.

Bagaimana tidak? Di usia yang terbilang sudah tidak muda lagi, saya tumbuh dalam keluarga yang kalau bisa dibilang cukup overprotective. Saya 3 bersaudara, kakak saya perempuan dan adik saya laki-laki. Sampai dimana kakak saya sudah memiliki keturunan, seorang dari kami tidak ada yang pergi merantau, entah itu untuk sekolah maupun bekerja.

Pengalaman satu-satunya saya jauh dari orang tua adalah saat Kerja Praktek mungkin istilah lainnya adalah KKN. Itu pun saya masih berada di sekitar kota Jakarta, dimana masih banyak saudara disana.

Pernah protes?? Jangan ditanya, pasti pernah.
Bahkan saya iri dengan teman-teman saya yang dengan santainya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Kesempatan untuk perjalanan ke kota Padang, datang dari salah satu Asosiasi Pengusaha Kontruksi salah satu BPC di Surabaya. Ya, Papa seorang wiraswasta di bidang jasa konstruksi, saat ini saya tengah belajar untuk ikut berkecimpung di dunia tersebut.

Enak ya ikut orang tua terus??
Nggak cari kerja sendiri di luar??

Mungkin pertanyaan-pertanyaan demikian akan muncul, manakala melihat keadaan saya saat ini. Percaya atau tidak saya hampir tidak ada minat lagi untuk mencari pekerjaan di luar, malah di jaman modern ini, gencar-gencarnya anak muda membuat lapangan pekerjaan sendiri. Papa masih terlihat sangat sulit melihat saya, si anak perempuan, berkecimpung ke dunia kontraktor. But, believe me, separuh diri saya sudah menjelma menjadi laki-laki karena 5 tahun menghabiskan perkuliahan jurusan Teknik.

Oke, rasanya skip aja..

Demi melancarkan hasrat menjadi seorang calon wirausaha, saya mengambil kesempatan trip tersebut. Bersama bapak-bapak, ibu-ibu, jangan mengharapkan bertemu dengan eksekutif muda seperti yang ada di ftv-ftv. Saya punya pemikiran, ketika saya ingin memulai suatu pekerjaan yang saya tangani sendiri, saya harus berada dalam perkumpulan orang-orang yang punya ahli yang sama.
Berangkat lah saya di tanggal 5 bulan Agustus kemarin menuju Padang. Saya diantar oleh Papa yang setidaknya memperkenalkan saya dengan teman-teman asosiasinya, saat itu pesawat kami akan berangkat pukul 5.30 WIB. Bayangkan betapa zombinya saya.

Perjalanan transit menuju Jakarta lebih dulu, kemudian sampai di Bandar Udara Internasional Minangkabau. Sampai disana rombongan kami disambut dengan Istri dari Pengusaha di Padang yang menjadi tuan rumah. Panas di kota Padang menang telak bila dibandingkan dengan tempat tinggal saya. Kurang lebih 45 menit rombongan kami disambut di rumah pengusaha tersebut dengan makanan khas Padang.

Gulai Kepala Ikan, Sambal Hijau, Rendang Daging, Ayam Bumbu dan lain-lain. (Sayang nggak sempat mengabadikannya di foto, malu dilihat sama yang tua-tua :p)

setelah kegiatan makan siang dan sedikit ramah tamah, kami serombongan diantarkan menuju suatu tempat. Mobil pun ditukar, karena mobil pertama pendinginnya tidak bekerja, berbondong-bondong kami pindah, barang bawaan kami dibedakan di mobil  yang lain untuk disusulkan ke penginapan terlebih dahulu.

1 jam perjalanan seingat saya, kami sampai di suatu tempat seperti pelabuhan, begitu saya turun dari mobil, bau ikan menyengat penciuman saya dan disambut dengan anjing yang berlarian kesana kemari. Jujur, saya sedikit parno dengan anjing, bukan karena najisnya (karena najis bisa dihilangkan), namun saya trauma pernah dikejar anjing sewaktu kecil.

Penampakkan secuil yang awalnya saya kira itu adalah Danau, ternyata itu asli air laut yang ditutupi dengan lembah bukit sehingga terlihat seperti danau. Selanjutnya, tidak seperti yang saya bayangkan di awal, ternyata kami diajak menaiki perahu untuk berputar di area Danau tersebut. Saya sedikit underestimated, saya punya pengalaman serupa menaiki perahu dan mengitari pantai saat itu di suatu kota, hasilnya saya mabuk laut, tidak ada pemandangan yang worth it buat diseimbangkan dengan pengorbanan menyeberangi lautan.

Tetapi, saya tidak punya pilihan lain selain harus mengikuti rombongan, maka saya dengan sedikit ketertarikan palsu, mengikuti ajakan dari rombongan.


Foto diatas saya ambil dari dalam perahu.

Lama-lama dan lama, siapa yang menyangka saya menemukan mangrove disana. Dipikir-pikir area tersebut bukan area wisata, karena teramat sangat sepi, berbeda dari tempat lain yang saya kunjungi.
Naik di daratan, saya bertemu dengan rumah Gadang mini, lucu juga, akhirnya saya memberanikan diri untuk narsis sebentar. Situasi saat itu banyak anak kecil asli daerah yang sedang bermain bola berlarian kesana kemari, sapi-sapi yang dilepas begitu saja, benar-benar masih sangat alami!

Anak-anaknya pun begitu menggemaskan, saking bersemangatnya mereka bermain bola, sampai-sampai hampir mengenai saya dan mereka pun tidak malu untuk mengucapkan maaf meskipun tidak kenal dan bahkan sebagian bahasanya tidak saya pahami...

Saya keasyikkan berfoto, rombongan bapak dan ibu-ibu sudah jauh ke depan, saya tidak tahu pemandangan apalagi yang akan saya lihat, maka saya putuskan untuk mengikuti perjalanan mereka.






Satu kata, takjub!!
Pantainya masih benar-benar bersih, karena memang tidak dibuka untuk perihal wisata. Sesaat saya merasa berada di Hawaii..


Saya pernah ke pantai yang sebenarnya tidak seperti pantai, hingga pantai yang benar-benar pantas disebut pantai. Pantai Kuta-Bali, Papuma-Jember, Parangtritis-Yogyakarta, dan beberapa pantai-pantai kecil. Tetapi, baru kali ini saya benar-benar disuguhkan pemandangan asli pantai yang jarang dijamah oleh wisatawan sehingga keadaannya masih asri.



Sembari melihat sunset, para warga setempat menyuguhkan kami dengan kelapa muda lengkap dengan buahnya. Kami pun melihat langsung atraksi seorang perempuan warga asli setempat yang memanjat pohon kelapa untuk bisa disuguhkan pada kami.


Berfoto, berbincang sampai langit pun mulai gelap. Saat kami hendak pulang dan berpamitan kepada kepala suku desa tersebut, tiba-tiba rombongan ibu-ibu di dekati seorang enek yang kemudian berkata, "Nak, bawa apa? Bawa barang apa buat nenek?"

Kami pun cuma bisa bengong, karena kami tidak tahu apa maksudnya. Akhirnya setelah bertanya dengan jelas pada seorang warga, jadi, karena area tersebut masih sangat-amat-terpencil, tidak terjamah oleh supermarket, pasar atau apapun yang bisa menunjang kebutuhan hidup mereka, pada akhirnya mereka pun mengandalkan pengunjung yang datang, kesalahan saat itu sepertinya dari pihak kami tidak diberi tahu tentang itu, bayangkan saja, kalau kami sebuah rombongan sudah diberi tahu sejak awal tentang itu, pasti kami sudah berbondong-bondong membawa pakaian bekas layak, bahan sembako dan lainnya.

Maka untuk menggantikan itu semua, kami sepakat untuk menyisihkan uang kami dan menyumbangkan pada desa tersebut untuk membeli genset seharga 10 juta rupiah, siapa yang menyangka sumbangan pun lebih dari harga genset tersebut dan kami berharap sisanya dapat terdistribusikan dengan baik.




Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.